Headshot movie review, ujian bagi genre film action Indonesia
-Kamis, 08 Desember 2016-
Directed by : Mo Brothers (Kimo Stamboel & Timo
Tjahjanto)
Suka atau tidak, kita harus mengakui kalau The Raid yang rilis di tahun 2012 yang lalu sukses menciptakan sebuah hype dan menjadi sebuah benchmark untuk film action, bukan hanya untuk sineas perfilman Indonesia saja, tetapi juga untuk para sineas Hollywood, kita sudah sering sekali mendengar atau melihat gaya bertarung dan camera movement dari film action yang menyerupai The Raid, bahkan tidak sedikit yang mengakui ke publik kalau mereka terinspirasi dari film karya Gareth Evans tersebut, seperti pada saat Russo’s Brothers mengerjakan Captain America: The Winter Soldier, atau pada saat Jonathan Liebesman menggarap Teenage Mutant Ninja Turtles di tahun 2014 yang lalu.
Beberapa tahun sebelum The Raid dirilis, tim yang sama sudah
lebih dulu menghadirkan Merantau, pada saat itu publik Indonesia terkejut
melihat kualitas action yang berbeda dan cukup luar biasa, karena sebelumnya Indonesia jarang sekali
menggarap film action secara keren, selalu terasa norak dan out of place,
pukulan yang terlihat tidak kena, penggunaan darah buatan yang terkadang
berlebihan dan tidak pada tempatnya, belum lagi tim tidak adanya tim stuntman
yang luar biasa.
Merantau Trailer
Berbicara mengenai tim stuntman, sang living legend Jacky
Chan di dalam salah satu wawancaranya pernah mengatakan kalau salah satu elemen
terpenting dari sebuah film action adalah stuntman team yang dipergunakan di
film tersebut, beliau mengungkapkan beberapa filmnya yang mencapai status
legendaris dikarenakan performa dari tim stuntman nya yang luar biasa. Itu
sebabnya mengapa aktor berusia 62 tahun ini selalu menjaga kualitas dan
mendorong anak-anak didiknya di Jacky Chan’s Stunt Team untuk terus melampaui
batasan dirinya dan mencoba hal-hal baru yang belum pernah ada atau dipergunakan
di dalam sebuah film.
Kiblat film bela diri tidak bisa kita pungkiri adalah
Hongkong dan kalau kita melihat film-film action Hongkong, tidak semua
pemerannya benar-benar menguasai ilmu bela diri, mereka hanya meminta untuk
para pemeran utamanya untuk menguasai koreografi yang diajarkan dan sisanya
biarkan tim stuntman yang mengambil alih, karena tugas pemeran utama yang
dibayar mahal tersebut hanya berpura-pura memukul, selebihnya tim stuntman yang
akan membanting dirinya sendiri sesuai permintaan skenario.
Headshot bisa dibilang adalah sebuah ujian untuk genre film
action di Indonesia, The Raid yang meraih kesuksesan luar biasa dan
meninggalkan sebuah catatan emas untuk para artis yang terlibat di dalamnya,
seperti Joe Taslim yang sukses diajak di 2 franchise besar Hollywood, Fast& Furious 6 dan Star Trek Beyond, Iko Uwais yang walaupun terasa
disia-siakan di Man of Taichi dan Star Wars: The Force Awakens serta Yayan Ruhian
melalui Yakuza Apocalypse dan Star Wars: The Force Awakens. Hanya saja
sepertinya kesuksesan tersebut tidak bisa bertahan
lama, di masa jayanya sempat berkumpul beberapa anak muda berbakat yang saling
mensupport satu sama lain, sebutlah beberapa nama seperti Gareth Evans, Lala
Timothy beserta sang adik Marsha Timothy yang otomatis juga membawa sang suami
Vino G. Bastian, Joko Anwar dan termasuk juga di dalamnya Mo Brothers.
Mo Brothers yang meraih kesuksesan luar biasa lewat Macabre atau yang rilis di Indonesia dengan judul Rumah Dara, kini mencoba untuk melanjutkan hype genre film
action di Indonesia dengan menghadirkan Headshot, dengan membawa setengah tim
sukses dari The Raid seperti komposer Aria Prayogi & Fajar Yuskemal, Iko
Uwais, Julia Estelle, Veri Tri Yulisman dan Epy Kusnandar. Tetapi sayangnya
dengan background yang kuat dalam menggarap slasher movie, dan ini adalah film action pertama mereka, membuat duo
bersaudara ini seperti kesulitan, apalagi duo Iko Uwais dan Yayan Ruhian yang membawa The Raid sukses kali ini sudah berpisah dan mengambil langkahnya
masing-masing, Iko Uwais kini membawa timnya sendiri yang diberi nama Uwais
Team, membuat Headshot terasa kurang dan tidak mampu memberikan sesuatu yang
baru, pergerakan kamera dan koreografi yang terasa seperti pengulangan.
Skenario dan akting juga menjadi salah satu faktor yang membuat film ini terasa
lemah, chemistry antara Chelsea Islan dengan Iko Uwais juga terasa janggal dan tidak
memiliki backstory yang cukup untuk membuat penonton merasa terharu, jangan
lupakan juga dialog yang sangat kaku.
Tetapi biar bagaimanapun juga, dengan berbagai kelemahan dan
hambatan-hambatannya Headshot masih mampu menghibur dengan brutal action dan penggunaan
darah buatan yang walau terasa lebay tetapi cukup menghibur, mungkin karena
memang itu spesialisasi Mo Brothers yang ahli menggarap slasher movie. Semoga
Gareth Evans segera kembali dari perantauannya dan kembali berkaya. Terbayang kolaborasi
yang luar biasa dengan visi dari Gareths Evans, menghasilkan film action
slasher ala Mo Brothers dan twist luar biasa ala Joko Anwar, dengan tim stuntman
& koreografi dari Iko Uwais dan Yayan Ruhian dengan memasang Joe Taslim
sebagai tokoh utama. (www.theInigo.com)
Headshot Trailer
Post a Comment